Cerita dari hari hujan di Kelimutu

15

kelimutu

Sebetulnya bis ini tidak terlalu buruk. Sempit di dalam bis itu wajar saja. Dan saya paham bis antar kota di Flores memang tidak hanya mengangkut orang. Dagangan pasar ataupun sepeda motor sering saya lihat ikut serta. Tapi, saat saya menaiki bis jurusan Bajawa-Maumere ini, ada penumpang gelap yang seharusnya tidak ikut.

Gelap, ya, gelap dalam arti harfiah. Ia duduk, lebih tepatnya, ia terbaring dan terikat di atap bus. Dengan beratnya yang mungkin lebih dari 100 kg, ia berhasil mengguncang-guncangkan bis selama perjalanan. “Ngoookkkkk ngoookkkkk!” ia sepertinya tidak suka dengan perjalanannya, bis pun kembali berguncang. Dengan kondisi jalanan trans flores yang berliku-liku, ibu-ibu yang muntah karena mabok perjalanan di samping saya, serta babi di atap ini, perjalanan empat jam ini berhasil membuat saya gila!

Beruntung saya masih selamat sampai di Desa Moni, gerbang menuju Kelimutu. Cuaca mendung, kabut pun sangat rendah. Saya mendapatkan sebuah homestay milik Bapak bernama Sylvester.

Itu si makhluk hitam ada di atas bis dibawah daun. Nampaknya ia kepanasan dan lapar jadi goyang-goyang terus sepanjang jalan!
Itu si makhluk hitam ada di atas bis dibawah daun. Nampaknya ia kepanasan dan lapar jadi goyang-goyang terus sepanjang jalan!

“Dari mana mas?” sapa saya kepada seseorang berwajah Jawa-Tionghua. Nampak ia adalah tetangga saya di homestay ini.

“Ummm…Sorry?” kata dia dengan wajah bingung.

Loh, iki kok mas-mas jawa sok-sok’an pake bahasa Inggris?

“Saya dari Indonesia mas,” kata saya lagi. Ia nampak makin bingung, sebelum akhirnya saya tersadar “Oh, I’m sorry. I thought you were Indonesian. Where are you come from?”

“Haaa. I’m from Chinaa-aaaa,” kata dia dengan logat cina yang kental.

Nama tiongkok-nya saya agak lupa. Tapi dia minta dipanggil ‘John’. Pokoknya nama aslinya jauh banget deh namanya dari John haha! Si John ini masih kuliah, dia habis kerja praktek. Jadi guru volunteer di Sumenep, Madura. Dan sekarang dia sudah beres dengan tugasnya dan berlibur.

“Teman-teman gue pergi ke Bali, tapi gue tidak suka Bali, rame banget! Flores jauh lebih mending,” kata si John (diterjemahkan seenaknya ). Akhirnya si John yang selalu cengar-cengir ini menjadi travel mates saya selama di Kelimutu. Begitulah, walaupun saya sedang traveling sendirian, setiap tempat saya selalu bertemu banyak teman baru. Solo traveling bukan berarti kesepian!

Kelimutu dari penerbangan Ende - Kupang
Kelimutu dari penerbangan Ende – Kupang

 

*

Keesokan hari, rencana saya melihat mentari di puncak kelimutu kandas. Hujan. Kok bisa di bulan Juli yang panas ini hujan di Flores? Dan hujan nya bukan cuma satu-dua jam. Mulai dari malam sampai sore esok hari hujan belum juga berhenti!

Saat sarapan di homestay pak sylvester, saya bertemu dua orang backpakcer asal Ceko. Suami istri, umurnya sekitar 50-an. Peter dan Clara, mereka sudah traveling selama delapan bulan. Rencananya, perjalanan mereka masih akan berlanjut hingga dua tahun! Tapi wajar, pekerjaan Clara adalah seorang travel writer. Kalau dia tidak traveling, mau dapat uang dari mana dong?

Pagi itu hujan deras, kami sarapan di ruang depan homestay. “Menurut pengalaman kami di Gunung, hujan kayak gini bakal bertahan sampai tiga hari ke depan,” kata Peter.

Kondisi desa moni saat itu. Mendung berkabut.
Kondisi desa moni saat itu. Mendung berkabut.

Karena tidak ada kegiatan, listrik pun mati sejak semalam, kami pun berbincang. Berbincang apa saja. Pertama kami masih bicara soal destinasi di Indonesia. Tentang Clara dan Peter yang telah mengunjungi semua pulau-pulau di Indonesia kecuali Papua, bikin kuping saya Panas. Untuk mereka tidak jadi ke Rinjani, saya pun memuka laptop dan membuka folder Rinjani saya tahun lalu.

Are you some kind of professional? That photo is awesome, too bad i can’t go there,” kata Clara.  Mamam tuh haha!

John juga bercerita tentang betapa senangnya dia tinggal di Sumenep selama satu setengah bulan. “Sumenep bukan kota yang bagus buat traveling, tapi sangat sempurna untuk ditinggali,” kata si John, masih sambil nyengir.

Hujan masih terus mengguyur Moni, pembicaraan bahkan berlanjut hingga ke sejarah. Pasangan Ceko ini bercerita tentang bagaimana komunisme di negara mereka, tentang Rusia. Bagaimana mereka sangat membenci Stalin, tentang bagaimana bangsa Eropa bisa maju, tentang bagaimana mereka sangat bekerja keras untuk hidup. “Di Eropa, kita bayar mahal untuk community service kayak sampah. Pajak sangat besar, bahkan pajak itu 40 persen dari gaji kita,” kata Clara. Curhat. Dan setelah beberapa saat, pembicaraan pun beralih ke Indonesia.

Legenda Kelimutu
Legenda Kelimutu

Dan, seperti yang sudah diduga. Mereka sangat tidak suka tentang kelakuan bangsa ini. Apa itu? Sampah! Untuk yang satu ini saya sangat setuju, kenapa sih orang-orang kita seperti tidak sadar kalau membuang sampah? Mereka bercerita bagaimana di Negara mereka denda terhadap sampah sangatlah besar, seakan membuang sampah itu adalah tindak kriminal.

“Tiap negara punya sisi jelek dan sisi buruk, ambil sisi baiknya, belajar dari sana, bukannya itulah tujuan kita traveling?” kata saya sok tahu. Clara tersenyum dan mengiyakan, tapi ia tetap berkata, “Indonesia masih perlu banyak sekali belajar dan bercermin.” Dan saya pun sangat setuju dengan itu.

Menikmati kelimutu
Menikmati kelimutu

Hari sudah mulai sore, kabut mulai terangkat dan perlahan hujan mereda. Puncak gunung kelimutu terlihat jelas. Saya langsung mencari si John buat lansung nak ke Kelimutu. Tapi, hei, kemana dia? Saya pun langsung tancap gas menuju ke atas. Matahari hampir turun, saya pun berlari dari parkiran menuju viewpoint.

Masih dengan terengah-engah, akhirnya saya mencapai puncak kelimutu. Disana saya bertemu Peter dan Clara. “Great light. We’re lucky. Ohhh, I see our chinese friend walking from village to here,” kata Clara.

“Apaaaa?” kata saya kaget. Jarak moni ke puncak kelimutu itu sekitar 10 kilometer. Dan itu full tanjakan! Wong gemblung! Saya bertemu dengan si John di dekat Tugu, ia nampak masih senyum-senyum. “Yeah, tadi gue jalan dari Desa. Tapi ternyata jauh banget, gue kira cuma tiga kilo. Tapi untung tadi ada keluarga Prancis-Indonesia yang naik mobil, terus gue nebeng,” kata si john dengan polosnya.

Ini muka si john
Bareng si  john yang happy banget sepertinya.

*

Kelimutu memang sangat indah, saat itu saya mendapatkan warna ini : biru toska muda, biru tua, dan warna hitam. Lain sekali dengan brosur yang saya lihat di homestay. Ada yang berwarna merah, ungu, dan putih. Masing-masing danau punya mitosnya tersendiri, tapi intinya, danau-danau ini adalah tempat kembalinya arwah-arwah yang sudah meninggal.

Ternyata, danau kelimutu itu besar sekali. Dan, lensa 28 mm saya terasa sangat hambar untuk mengambil foto si Kelimutu. Akhirnya terbesit suatu ide : panorama dengan lensa wide. Pasti aneh jadinya, apalagi saya mengambil dalam posisi portrait. Tapi, ternyata hasilnya cukup memuaskan. Resolusi sebesar 7700 x 4400 px berhasil saya dapatkan.

Tidak puas karena tujuan kami belum tercapai : Sunrise di kelimutu. Keesokan harinya, saya kembali lagi kesana. Tapi sepertinya uang si John udah tipis untuk masuk kesana lagi. Maklum, harga karcis turis mancanegara sepuluh kali lipat harga turis normal. Saya pun melakukan ‘penyelundupan’ disini. John saya suruh diam saja, tidak usah berbicara saat membeli karcis. Dan, berhasil! Penjaga karcis mengira ia adalah turis lokal. Lucky him!

Lalu, saya pun sudah berada di puncak kelimutu kembali. Orang-orang sudah banyak berkumpul. Terlihat penjual minuman hangat laku sekali disini. Namun, waktu sudah hampir pukul 6 pagi, dan tidak ada satupun yang terlihat kecuali kabut. Pukul tujuh, masih tidak terlihat apapun. Mungkin ini tanda sudah waktunya saya harus segera kembali ke rumah.

***

15 COMMENTS

  1. Kelimutu memang keren, nggak sia-sia juga ke sana. Sayangnya saat saya ke sana Nov 2012 yg lalu, kondisi saya lagi drop, hingga foto yang saya ambil nggak banyak. Btw …salut dengan foto-fotonya mas Wir, juga solo tripnya. Kepengen juga sekali-kali solo trip.

    • dari riung ada yang ke Ende (bis damri/travel), dari Ende baru lanjut yang ke Moni, biasanya naik yang ke Maumere, nanti turun di Moni.

Bagaimana menurutmu? Silakan tinggalkan komentar dibawah ini ya! :')