“Kok ada sih yang tega mengotori tempat-tempat indah itu?”
ANGIN berhembus kencang, malam itu sungguh mencekam, perairan sumbawa didera gelombang yang cukup tinggi. Kapal yang berguncang hebat membuat saya tidak bisa terlelap. Terlihat kapten Sanusi masih serius mengemudikan kapal. Ekspresinya terlihat agak serius.
“Tenang saja mas, gelombang seperti ini mah masih kecil,” kata mas Agus, crew kapal yang lainnya.
“Kalo mau tahu kondisi laut, lihat saja ekspresi wajah kapten, sekarang ini dia masih santai,” katanya sambil tertawa. Dibilang begitu, saya cuma tersenyum meringis. Saya berdoa, lalu mencoba kembali tidur. Karena kelelahan akhirnya saya terlelap juga.
“Welcome to Flores!” kata saya sok tahu kepada Alexander, turis asal Rusia yang mukanya mirip Mr.Bean pada saat pagi menjelang.
“Hoooo? Floleees? Yaa yaaaa?” kata Alexander dengan cadel serta ekspresi muka bahagia. Bapak dari kota Moskow ini memang lebih banyak diam karena tidak terlalu lancar berbahasa inggris. Tapi saya lucu saja kalo melihat dia bicara haha.
Laut sudah tenang kembali. Kapal terhenti di pinggir sebuah pulau kecil. Kami dikelilingi beberapa pulau besar. Tetapi, semua pulau bertekstur sama. Bukit gersang berwarna kekuningan yang ditumbuhi semak-semak jarang adalah pemandangan yang biasa disini. Tetapi tetap saja luar biasa bagi saya, this is not something what you see everyday.
Nusa tenggara memang mempunyai salah satu landscape terkeren di Indonesia. Sesekali terlihat kapal phinisi besar melintas, membuat saya iri hehe.
Gili laba namanya. Gili yang berarti pulau kecil, seperti gili trawangan atau gili air. Pulau yang saya deskripsikan sebagai jurrasic-scape. Namun, di pantai yang airnya sebening kristal, terdapat banyak sekali sampah plastik. Padahal, pulau ini tidak berpenghuni.
“Sampah ini dari kapal ferry mas, mereka sering membuang sampah ke Laut, dan karena arusnya memang kearah sini, sampahnya jadi berakhir disini,” jelas mas Agus.
Sesaat impian saya tentang tempat tinggal para dinosaurus menjadi buyar karena sampah-sampah ini. Sedih rasanya, sampah disini menunjukan bangsa ini belum bisa mengendalikan dirinya sendiri. Saya jadi ingat sampah-sampah yang saya lihat di Gunung Rinjani, Gede dan tempat lainnya. Kok ada sih yang tega mengotori tempat-tempat indah itu?
Kemudian istri Mike, turis dari Australia yang saya lupa namanya berkata dengan kesal (in bahasa Indonesia aja yah), “Waktu itu gue lihat sendiri, ada kapal ngosongin tempat sampah, langsung dibuang aja ke Laut. They don’t give a shit apa yang mereka lakuin. Padahal kan, mereka hidup dari Laut. Kalo lautnya tercemar, dan turis males dateng kesini, yang rugi siapa coba? Indonesia harus banyak belajar!”
Saya menelan ludah. Walaupun saya selalu berusaha membuang sampah pada tempatnya. Tetapi sekarang, saya yang hanya warga Indonesia disini, seakan mewakili orang-orang yang istri Mike lihat membuang sampah. Dan tidak hanya saat ini saja saya mendengar perkataan seperti itu dari turis asing.
Moral cerita yang didapat adalah, marilah kita sama-sama berusaha disiplin untuk kebersihan. Mulai dari kita sendiri, keluarga kita, dan lama kelamaan akan menular ke seluruh bangsa. Bukankah kebersihan sebagian dari iman, hei, orang beragama?
Kembali ke Gili Laba, saya mencoba naik ke atas bukit untuk melihat pulau komodo dari atas. Saya tidak mau kalah dengan teman-teman bule saya. Langsung saya menyalip mereka supaya datang pertama. Hah! Kalian boleh menang di Rinjani, but here i will get on top first, hahaha!
Subhanallah. Pemandangan dari atas bukit gili laba ini sungguh, sungguh sangat membuat saya merinding. Bukit-bukit eksotis di pulau komodo terlihat sangat jelas, birunya laut dan jejak terumbu karang di lautan dangkal terlihat sangat jelas.
Beruntung, saya memang jadi yang pertama dari atas sehingga bisa memotret pemandangan dengan ‘bersih’. Tidak lama disusul Lars, teman saya dari Belanda sambil terengah-engah.
“Before everyone get here, please take photo of me, okay?” kata saya kepada Lars. Ia mengangguk, masih sambil terengah. Tak lama kemudian, semua orang sudah berada di puncak. Kami berfoto bersama. “Are you in? You’ve got no choice, we’re family now,” kata Marteen saat mengajak kami berfoto bersama. Sesi foto yang sangat lama karena semua orang ingin kameranya terdapat foto bersama.
Hari makin panas. Saya memakai sunblock, malah diledek oleh si Marteen, “You already got brown skin, why use a sunblock?”
“Getting brown and getting burned is a different thing, man!” sungut saya. Ya, waktu di Rinjani tahun lalu, saya benar-benar ‘terbakar’ matahari. Kulit di hidung saya benar-benar menghitam, kemudian seperti terluka karena jatuh, mengelupas. Saya tidak mau seperti itu lagi, intensitas matahari di tanah Nusa tenggara memang mendukung untuk membuat gosong.
Pink beach
Dua jam berlalu setelah gili laba, kami sampai ke pantai merah. Atau lebih populer dengan nama pink beach. Kapal tidak boleh menurunkan jangkar karena ini sudah dalam area taman nasional komodo, sehingga tidak akan merusak karang-karang indah dibawah sana.
Braakkkk! tiba-tiba ada kapal yang menabrak kapal kami. Sepertinya mereka kehilangan kendali saat akan mengikat kapalnya di kapal kami. Kapten keluar dengan marah. Kemudian ia berteriak dengan bahasa yang saya tidak pahami. Ia nampak marah karena bagian belakang dapur kapal sedikit retak. Beberapa lama kemudian ia tenang kembali, mungkin sudah dibayar ganti ruginya haha.
Superb. Alam bawah laut pink beach sangat indah. Menurut saya lebih bagus disini daripada pulau Satonda. Pasir pantainya benar-benar merah sodara-sodaraaa! Saya langsung pasang snorkel dan nyebur.
Aaron mengaku melihat ikan baracuda disini. Semua orang yang saya tanyai juga mengaku sangat puas snorkeling di pantai pink ini. Saya melihat terumbu karang yang sangat indah, berwarna warni. Ah, saya sulit mendeskripsikannya. Lain kali saya akan membeli sebuah kamera underwater untuk mengabadikan itu semua.
Sekembalinya di kapal, saya dikagetkan oleh istri dari Alexander, turis Rusia, yang membawa sebuah terumbu karang! Sepertinya ia mengambil di pulau Satonda. Sayapun marah, menjelaskan kepada dia bahwa itu adalah perbuatan yang tidak dibolehkan. Tetapi, percuma, ia tidak mengerti bahasa Inggris. Kemudian ia membuang terumbu karang itu kembali ke laut. Saya kesal sekali melihatnya.
Buat yang snorkeling atau diving, tolong jangan ambil apapun disana, ya? Walaupun saya bukan pecinta alam, saya selalu ingat akan prinsip mereka. Take nothing but picture, Kill nothing but time, and leave nothing but footstep.
Kapal kembali melanjutkan perjalan ke tujuan utama. Pulau komodo!
**
Kisah berikutnya part #3 : Bertemu si Komo!
Kisah sebelumnya part #1 : Awal perjalanan, Pulau moyo, dan Pulau Satonda
[…] Komodo sailing trip story #2 : Gili laba & Pink Beach […]
[…] Post navigation ← Previous […]
mana kaka cerita berikutnya….
itu kaka liat link cerita berikutnya dibawah post. Ini kalo males scroll keatas :D http://www.wiranurmansyah.com/meet-komodo
[…] Komodo Sailing Trip Story #2 : Gili Laba & Pink Beach […]
Astajim, keren banget !!! :D Pengen langsung ganti outfit…PLUNG! Nice pic, nice story… :)
hehehe awas itu masih di kasur belum di laut. Makasih udah mampir :)
amazing !
Itu ke Gili Laba pake sekoci putih 3 itu yak? Hehe …
Trus ga meluncur ke pantai pink nya? (atau jgn2 diceritain di part berikutnya? haha).
nggak mas, kapalnya merapat sebentar terus kita lompat haha. :D
[…] Bukit-bukit di Flores ini gersang tapi emang kece banget. Nggak bosen dilihatnya. […]
baguuuuusss sekaliiii… pengen berkunjung ke gili laba, terpana oleh keindahannya, tapi sayang waktunya memungkinkan :)
[…] Sebetulnya saya tidak begitu tertarik dengan wilayah kepulauan seribu. Agak takut kecewa juga karena standar saya terhadap ‘bawah laut’ sudah terpatri saat pertama kali menyelam di salah satu pulau di Flores. […]
Kereeeeeenn….!! pasti mahal :(
gratisan kok! :D
Permisi mau numpang nanya, ikut tour apa ya mas itu saya minat banget untuk traveling kaya giniii mas
Beberapa tahun yang lalu saya bersama teman saya sailing dari lombok ke komodo…. Demi Allah sang maha pencipta dan maha indah gili laba sangat indah sampai sampai saya merasa seperti ada di surga .
Yah Flores adalah salah satu surga di dunia .
Aku mau nanti bulan madu ke sana lg. Amin….subhanallah
aaah pengen. kemarin waktu ke sana, pas lagi gunung meletus, udah di kapal tapi ga boleh turun ke gili laba sm pink beach :(
Bagi kami yang lahir besar di pedalaman pulau Flores, terus terang pemandangan seperti di gugusan pulau Taman Nasional Komodo merupakan hal yang biasa saja. Tapi itu dulu ketika masih kecil. Ketika beranjak dewasa dan merantau serta merasakan jenuhnya hidup di kota besar lalu pulang berlibur ke kampung, barulah muncul perasaan lain yaitu “kagum dan syukur sambil memuji kebesaranNya.” Barulah muncul kesadaran betapa alam pulau Flores dan sekitarnya menyimpan keindahan yang luar biasa yang harus kita share-kan kepada dunia. Kesadaran ini semakin bertambah besar ketika semakin banyak wisatawan berdatangan untuk menikmatinya. Banyak operator wisata yang bisa Anda mintai kerjasamanya untuk mengatur perjalanan wisata Anda agar lebih mudah ketika berkunjung ke obyek-obyek menari di Taman Nasional Komodo dan di pulau Flores. Satu diantaranya yang sangat diandalkan adalah Pesona Komodo Tours. Paket-paketnya sangat kompetitif. Klik saja http://www.wisatakekomodo.com. Selamat datang!!!